Langsung ke konten utama

The Cognitive Spiral Model: Bentuk Analisis Kritis dan Kreatif

Apakah Berpikir Kreatif Merupakan Hasil Dari Proses Kognitif?


Mengartikan istilah “Creative Thinking” atau Pemikiran Kreatif sudah terbukti menjadi salah satu yang menjadi pertanyaan banyak orang saat ini. Sebagaimana yang Clark (1979) katakan bahwa term atau arti dari kreatif digunakan jika terdapat pernyataan umum yang sepakat untuk mengkonstruksikannya menjadi makna kreatif itu sendiri. Pada sisi yang lain, fakta membuktikan bahwa penelitian yang sudah dijalankan dengan berbagai cara menghasilkan pengartian yang beragam bahkan lebih spesifik. Model Spiral Kognitif (The Cognitive Spiral) mengkonsepkan berpikir kreatif menjadi komponen dari keseluruhan proses kognitif. Pada post kali ini, gue akan memberikan sedikit ringkasan dan opini dari hasil analisis gue pribadi terhadap “The Cognitive Spiral: Creative Thinking and Cognitive Processing”dari The Journal of Creative Behavior oleh Edward S. Ebert

Leary (1964) berpendapat bahwasanya Individu dapat dilihat berdasarkan 2 konteks kreativitas, yakni performa dan pengalamannya. Pengalaman memberikan karakteristik sebagai permulaan dari reproduktif menuju kreatif. Reproduktif mengacu pada pemaknaan sesuatu dalam pengetahuan sebelumnya. Sedangkan, kreatif mengacu pada proses membawa secara langsung interpretasi yang ada pada pengalaman. Berbeda halnya dengan Leary, Guilford (1959) lebih menekankan bahwa faktor kognitif yang menjadi dasar dari pemikiran kreatif. Sedangkan Sternberg (1988) menekankan pada interaksi dari kemampuan yang saling berhubungan.

Arti dari “creative thinking” memiliki rentang yang luas. Salah satunya adalah Dirkes (1977) menyediakan  perspektif pendidikan dengan menyarankan bahwa secara virtual seluruh pembelajaran adalah kreatif. Selain itu, menurut Torrance (1965), creative thinking adalah sebuah proses merasakan kesulitan, permasalahan, kesenjangan informasi, sesuatu yang hilang, membuat berbagai kemungkinan yang muncul dan mengolah hipotesis, melakukan evaluasi dan menguji hipotesis tersebut, melakukan revisi atau pengujian hilang jika diperlukan, dan akhirnya mengkomunikasikan hasil dari keseluruhan proses tersebut. Ebert and Ebert (1989) mensintesiskan pengertian dari yang telah didiskusikan sebelumnya. Mereka berangkat dan mengikuti pengertian creative thinking, yakni:

“Creative thinking is the cognitive search for patterns, relationships, and perspectives between what is known by an individual, and the stimulus (whether internally or externally generated) which is perceived” (p. 1)

Definisi diatas mempertimbangkan bahwa berpikir kreatif merupakan komponen dari proses kognitif yang bertindak sebagai stimulus atau rangsangan dari persepsi yang ada. Pengertian ini bukan semata-mata membatasi berpikir kreatif hanya pada seni, permasalahan baru, dan masalah-masalah yang tidak jelas, melainkan mempertahankan bahwa untuk mencari sebuah pola, hubungan, dan perspektif antara rangsangan dan pengetahuan mendasar ialah untuk terlibat dalam berpikir kreatif. 


Terdapat dua model besar dalam psikologi kognitif yakni Information-Processing Model (Anderson, 1985; Gagne, 1985; Posner & Mcleod, 1982; Simon, 1979) dan Cognitive Development Model (Piaget, 1970). Masing-masing dari model ini memberikan pengaruh pada penurunan model ketiga yakni Cognitive Spiral Model (Ebert and Ebert, 1989). 


Yang mendasari asumsi pada Model Spiral Kognitif diatas adalah, otak atau akal pikiran adalah sistem penyelesaian masalah yang natural atau alami (natural problem solving system).  Pada model ini, memiliki lima komponen pokok yakni:

1. Perceptual Thought
Mengacu pada deteksi dan pengartian stimulus atau rangsangan melalui organ sensorik.

2Creative Thought
Rangsangan atau stimulus dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki dari individ

3 Inventive Thought
Mengawali untuk mengumpulkan produk yang memungkinkan untuk memberikan informasi yang dapat diambil.

4. Metacognitive Thought
Melakukan evaluasi atas pre-performance dari berbagai solusi yang memungkinkan.

5Performance Thought
Merupakan penentuan dari hasil metacognitive thought sebelumnya akan ekspresi apa yang sesuai.


Efek spiral yang dihasilkan dari model ini memungkinkan kelanjutan dari perkembangan ide dengan mengakses dan mengakses ulang pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sebagai hasil dari penemuan versi terbaru akan suatu hal. Pemikiran kreatif ialah sebuah fungsi dari keseluruhan proses kognitif yang dipertimbangkan untuk menjadi sebuah aktifitas yang secara langsung dan selalu mengikuti proses dari persepsi kita.

Melalui rangkaian pemaparan diatas gue dapat menarik kesimpulan bahwa menurut gue pribadi, jelas dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif dan proses kognitif tentu memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Berpikir kreatif memiliki proses dan memerlukan kognitifitas atau pengetahuan yang diawali dari proses pembelajaran. Sebaliknya, dengan belajar melalui hal baru atau memproses pengetahuan yang sudah dimiliki akan meningkatkan tingkat kognitifitas kita dan memberikan output kepada kita, dapat berpikir kreatif. 

Contoh kecil dari perwujudan teori yang gue uraikan diatas ialah kemunculan sedotan stainless (Stainless Straw)



Menurut gue, tanpa sadar apa yang telah diterapkan oleh prinsip penemuan sedotan stainless ini menjadi bukti nyata bahwa betul berpikir kreatif dan proses kognitif memiliki relasi (hubungan) dan interdependensi (keterkaitan) yang cukup kuat. Diawali dari pengetahuan yang kita miliki bahwa saat ini limbah plastik (termasuk sedotan plastik) sangat berhamburan dan menjadi polusi sendiri untuk lingkungan kita. Dampak yang ditimbulkan sangat besar dan berarti bagi lingkungan. Hal ini ditangkap oleh organ sensorik kita seperti kulit dan organ lainnya sehingga menciptakan persepsi sendiri bahwa hal ini tidak benar dan harus segera diatasi  (Perceptual Thought). Setelah itu kita mengolah informasi dan menjadikan persepsi awal kita akan permasalahan ini menjadi landasan untuk berpikir kreatif dalam rangka penyelesaian masalah yang ada (Creative Thought). Setelah kita menghasilan ide dari berpikir kreatif sebelumnya, membuat sedotan tidak berbahan plastik, maka dilakukanlah pencarian produk apa yang kira-kira dapat sesuai dan memungkinkan yakni stainless (Inventive Thought). Produk sudah ditentukan maka dilakukan evaluasi yang didapatkan hasil bahwa stainless memang pilihan tepat karena ramah lingkungan dan dapat digunakan berulang-ulang. Tapi, harus dibuat dengan berbagai bentuk dengan diameter yang beragam agar dapat digunakan untuk segala jenis minuman (Metacognitive Thought). Dan pada akhirnya, produk sedotan stainless ini menjadi marak digunakan bahkan menjadi salah satu cara untuk kampanye lingkungan (Performance Thought).

Selesai sudah pemaparan yang cukup panjang ini. Semoga, bisa membawa manfaat sebagai proses kognitif kita untuk menggali pengetahuan dan dapat terus berpikir kreatif, ya! (ASIK)

LET'S LEARN MORE, AND BE CREATIVE!😁👋💣

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NETFLIX: Disrupsi dan Inovasi Teknologi

Does Netflix Change Our Lifestyle? Mendengar judulnya saja sudah membuat kalian tergelitik pasti. Kita yang sudah memasuki era digital menjadikan banyak sekali teknologi bermunculan. Teknologi-teknologi tersebut dapat membawa pengaruh khusus untuk kehidupan yang kita jalani sehari-hari loh. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh negatif maupun positif. Pada post kali ini gue akan banyak membahas seputar teknologi, disrupsi yang terjadi, dan contoh inovasi teknologi yang tanpa sadar telah merubah gaya hidup kita. Namun sebelum kita masuk pada topik inti mengenai Netflix yang pasti menarik banget untuk disimak, gue mau memberikan sedikit pemahaman yang memiliki kaitan erat dengan topik yang kita bahas kali ini, mengenai Disruptive and Innovation . Apakah kedua hal tersebut sama? Istilah disruption ( disruptive innovation ) mungkin cukup asing kita dengar namun fenomena yang terjadi disekitar kita banyak sekali yang menggunakan konsep dari “disrupsi” itu sendiri khususnya dal...

Male Gender Role Conflict: Sebuah Perspektif Personal dan Refleksi Pribadi Akan Konflik Peran Gender di Masyarakat

Laki-laki itu, maskulin, berwatak tegas dan keras, tidak ekspresif, kompetitif. Haruskah? Halo, teman-teman!  Sudah lama rasanya sejak terakhir gue posting di blog ini dan berbagi ide serta perspektif gue akan banyak hal. Kemarin-kemarin gue banyak banget post tentang hobi gue akan seni pertunjukkan, proses kreatif dan pendewasaan, serta imajinasi gue untuk menciptakan inovasi teknologi. Kali ini, ada yang berbeda. Pepatah bilang tak kenal maka tak sayang. Gue kasih kesempatan teman-teman untuk mengenal dan membaca serta ikut merefleksikan apa yang akan gue tulis di postingan kali ini yang sedikit bersifat personal, gue ingin berbagi cerita dan perspektif gue pribadi akan diri gue dan masyarakat. Coba, dari judul dan pernyataan sekaligus pertanyaan pembuka di awal, sudah ada bayangan gue akan bahas apa?  Coba, apa? Sudah? Yes! Kali ini gue mau bahas tentang apa yang sudah lama menjadi keresahan dalam diri gue pribadi di masyarakat akan peran gender da...

#1 CREATIVE PROJECT: CRANN! Creative Planner App

Hey, People! Senang sekali, akhirnya dapat kesempatan untuk posting lagi di blog ini! Semoga tidak bosa, ya! Seperti judulnya, pada kesempatan kali ini, gue ingin memaparkan hasil diskusi kelompok UAS terkait proyek kreatif yang sedang kita rencanakan. Adapun anggota kelompok yang terlibat untuk merencanakan proyek ini adalah: 1. Megahati Tri 2. Anggrayna Pradikma 3. Nadya Ayu Maharani 4. Muhammad Al-Ghazali A Proyek yang kami jalankan ini menurut kami sangat menarik menjadi sebuah inovasi dan angin segar dalam dunia teknologi. Adapun creative project yang sedang kami rencanakan antara lain: CRANN! Creative Planner App #YANG KEREN PAKE CRANN Proyek ini merupakan aplikasi dengan inovasi baru untuk memberikan kesempatan bagi pemuda untuk merencanakan hidupnya lebih matang. Hal ini mengingat masyarakat usia muda saat ini khususnya yang tinggal di kota besar memiliki kegiatan yang padat sehing...